dibedakanmenjadi negara kesatuan, negara serikat (federal), dan negara konfederasi. (3) Sistem pemerintahan dalam arti sangat luas, yakni kajian yang menitik - Kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen. - Kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau satu orang.
Keputihandapat terjadi karena beberapa alasan. Namun, belum ada penelitian yang menghubungkan antara makan mentimun dan penyebab keputihan pada perempuan. Melansir dari situs kesehatan akhir pekan lalu, keputihan tidak disebabkan oleh makanan yang dikonsumsi. Jadi anggapan bahwa makan timun bisa menyebabkan keputihan tidak benar.
Berdasarkanasal terbentuknya, meristem dapat dibedakan menjadi jaringan meristem primer dan meristem sekunder. Meristem primer terbentuk dari diferensiasi sebagian sel-sel hasil pembelahan promeristem. Jaringan meristem ini belum memiliki fungsi spesifik. Sementara itu, meristem sekunder dapat terbentuk dari jaringan meristem primer maupun
Berdasarkanpengertian di atas, apabila dikembangkan menjadi perkantoran berarti yang dimaksud di sini adalah "kantor beserta semua sarana yang saling terkait di dalamnya", yaitu: a. Lokasi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan menentukan lokasi kantor, antara lain: 1) Faktor lingkungan tetangga. 2) Faktor dekat.
Jawabanjenis komunikasi menurut lawan bicara dapat dibedakan menjadi dua yaitu. Setelah memahami penjelasan di atas, sekarang pasti kamu sudah memahami mengapa jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah komunikasi pribadi dan umum. Silahkan jawab pertanyaan tersebut dengan percaya diri ya ! Semoga artikel ini membantu kamu untuk menyelesaikan
Dilihatdari siapa yang harus bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas eksekutif, maka kabinet dapat dibedakan menjadi. a. kabinet presidensial dan kabinet parlementer b. kabinet koalisi dan kabinet nasional c. kabinet partai dan kabinet nasional d. kabinet parlementer dan kabinet ekstraparlementer e. kabinet parlementer dan kabinet nasional
a Harus menyelesaikan melalui jalur hukum f SMK NEGERI 1 BATAM Jl. Prof. Dr. Hamka No.1 Tembesi Batu Aji Batam - 29422 Telp. (0778) 365909, Fax. (0778) 365903 Website. Menyelesaikan secara kekeluargaa c. Menyerahkan kepada pihak yang bersengketa d. Menyerahkan kepada yang berwajib e.
Unidapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Uni personil (personal union), yaitu gabungan antara dua negara yang kebetulan mempunyai raja yang sama sebagai kepala negara. Uni politik (political union), yaitu negara yang dibentuk dari negara-negara yang lebih kecil. Uni politik dapat disebut juga dengan uni legislatif.
Berikutkita bahas tentang macam-macam sistem kabinet dan fungsinya : 1. Kabinet Presidensil. Ini adalah sistem kabinet yang memiliki tanggung jawab atas berbagai kebijakan yang di lakukan oleh pemerintahan yang merupakan wewenang dai presiden sendiri, ini tercantum di dalam ciri-ciri pemerintahan presidensial.
Himpunansubjek atau objek menjadi suatu sistem jika lengkap dengan perangkat kelembagaan yang mengatur dan menjalin tentang bagaimana subjek/objek yang ada dapat bekerja, berhubungan dan berjalan atau dijalankan. Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang
SB8BO2d. Latihan Soal Online - Latihan Soal SD - Latihan Soal SMP - Latihan Soal SMA Kategori Semua Soal SMA PPKn Acak ā
Ujian Semester 1 Pendidikan Kewarganegaraan PKn SMA Kelas 12Dilihat dari siapa yang harus bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas eksekutif, maka kabinet dapat dibedakan menjadiā¦. a. kabinet presidensial dan kabinet parlementer b. kabinet koalisi dan kabinet nasional c. kabinet partai dan kabinet nasional d. kabinet parlementer dan kabinet ekstraparlementer e. kabinet parlementer dan kabinet nasional Pilih jawaban kamu A B C D E Latihan Soal SD Kelas 1Latihan Soal SD Kelas 2Latihan Soal SD Kelas 3Latihan Soal SD Kelas 4Latihan Soal SD Kelas 5Latihan Soal SD Kelas 6Latihan Soal SMP Kelas 7Latihan Soal SMP Kelas 8Latihan Soal SMP Kelas 9Latihan Soal SMA Kelas 10Latihan Soal SMA Kelas 11Latihan Soal SMA Kelas 12Preview soal lainnya Hakikat Demokrasi - PKn SMA Kelas 11Apa yang bisa di maknai dari gambar di atas apabila dikaitkan dengan politik saat iniā¦A. Kursi nyaman harga mahalB. Semua orang ingin mendapatkan kursi nyamanC. Banyak tangan banyak mencampuri urusan pemerintahD. Banyak pihak yang berupaya memperebutkan kekuasaanE. Pemilu yang di ikuti banyak partai politik Materi Latihan Soal LainnyaTema 7 Subtema 2 SD Kelas 3Ulangan Tema 9 Subtema 1 SD Kelas 5PAS Semester 1 Ganjil Matematika SMP Kelas 8Menghitung Harga Pokok Produksi - PKK SMK Kelas 12Surat Al-Bayyinah - PAI Semester 2 Genap SD Kelas 5PAT Ulumul Hadits MA Kelas 11Fungi, Jamur - Biologi SMA Kelas 10PAI SD Kelas 4 part 2Gerak Pada Tumbuhan - Biologi SMP Kelas 8Bab 2 Bahasa Inggris SD Kelas 6Cara Menggunakan Baca dan cermati soal baik-baik, lalu pilih salah satu jawaban yang kamu anggap benar dengan mengklik / tap pilihan yang Jika halaman ini selalu menampilkan soal yang sama secara beruntun, maka pastikan kamu mengoreksi soal terlebih dahulu dengan menekan tombol "Koreksi" diatas. Tentang Soal Online adalah website yang berisi tentang latihan soal mulai dari soal SD / MI Sederajat, SMP / MTs sederajat, SMA / MA Sederajat hingga umum. Website ini hadir dalam rangka ikut berpartisipasi dalam misi mencerdaskan manusia Indonesia.
- Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP Ahmad Syafii Maāarif mengusulkan kepada Joko Widodo untuk membentuk kabinet zaken, jika Jokowi terpilih kembali menjadi presiden untuk periode kedua. Kabinet zaken usulan Maāarif merupakan kabinet yang diisi para ahli atau kalangan non-partai. Menurut Maāarif, susunan kabinet yang diisi orang-orang profesional bisa membuat presiden lebih berdaulat. Tapi ia juga tak mengharamkan kader partai jadi menteri. "Yang penting ahli," katanya. Dengan catatan, partai pendukung memberikan usul lebih dari satu nama, keputusan akhirnya tetap ada di tangan Jokowi. Usulan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut menarik reaksi beragam dari berbagai pihak. Ada yang merespons positif karena dianggap dapat meningkatkan citra presiden dalam memberantas korupsi yang marak di kalangan menteri. Namun umumnya partai-partai pendukung Jokowi-Maāruf menunjukkan keberatan. Bagi mereka, partai politik masih dianggap kebutuhan mutlak dalam menjalankan pemerintahan. Membentuk kabinet tanpa mengakomodasi kepentingan partai dianggap sebagai pekerjaan yang sangat sulit. Membentuk kabinet zaken memang pantas disebut āpekerjaan yang sangat sulitā, khususnya di Indonesia, di mana kepentingan partai masih dianggap nomor satu. Kendati demikian, bukan berarti menjadi pekerjaan yang mustahil. Pada masa Demokrasi Parlementer 1950-1959 pernah ada tiga kabinet zaken sekaligus dalam kurun waktu satu windu, yakni Kabinet Natsir, Kabinet Wilopo, dan Kabinet Djuanda. Rata-rata usia kabinet pada masa itu memang hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Masalah keamanan dan kondisi politik yang tidak stabil selalu menjadi alasan untuk terus bergonta-ganti kabinet. Kabinet zaken di era Demokrasi Parlementer merupakan salah satu cara mengatasi pertikaian antarpartai yang kerap terjadi. Kabinet Natsir Tidak Mengandalkan Partai Profesor ilmu politik Herbert Feith dalam The Decline of Constitutional Democracy of Indonesia 1962 mencatat sepanjang 1949-1957 semakin banyak pejabat di lingkungan pemerintahan Indonesia yang memandang posisi dalam kabinet sebagai posisi idaman. Pada saat itu muncul kesadaran bahwa partisipasi dalam kabinet dianggap memiliki prestise yang tinggi setara presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Selain mendatangkan pemasukan yang besar bagi anggota keluarga, posisi menteri juga menyediakan kesempatan bisnis dan kekuatan di berbagai bidang hlm. 146-147. Berkat ākenyamananā yang dijanjikan kepada seorang calon anggota kabinet, partai politik pun berlomba-lomba untuk dapat menempatkan wakilnya di dalam kabinet. Tak hanya itu, Feith juga menambahkan bahwa posisi dalam kabinet memungkinkan seseorang menentukan kebijakan tanpa diketahui anggota lainnya. Dengan demikian, seorang anggota kabinet tidak hanya dapat membantu partai politiknya, tapi juga memakmurkan lingkaran pertemanan, rekanan, dan pengikut. Mengantisipasi keadaan yang dapat merugikan negara, Presiden Sukarno mengeluarkan hak prerogatifnya pada 21 Agustus 1950 dengan menunjuk Mohammad Natsir dari Partai Masyumi sebagai formatur. Natsir diminta membentuk sebuah kabinet lengkap dengan program-program kerjanya. Sudah dapat diprediksi, pekerjaan Natsir tidak mudah. Menurut pengamatan Feith, Natsir kesulitan lantaran mempertimbangkan posisinya sebagai pimpinan Partai Masyumi. Di saat yang sama, hubungan antara Masyumi dengan PNIāpartai dengan kekuatan parlemen terbesar kedua setelah Masyumiāmulai tidak akur. Para anggota Masyumi mendesak Natsir untuk mengisi enam posisi kabinet, termasuk posisi perdana menteri, dengan kader-kader dari partainya sendiri. Di lain pihak, PNI merasa tidak terima hanya mendapatkan empat posisi yang terdiri dari Menteri Urusan Luar Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Informasi, dan Menteri Perburuhan. Padahal, menurut Feith, PNI sangat menginginkan posisi Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan. Alasannya sederhana PNI ingin agar partainya memiliki kapasitas untuk menunjuk pimpinan daerah dan membendung penyebaran pengaruh pendidikan Islam. Pertentangan antara Masyumi dengan PNI dalam memperebutkan posisi kabinet berlangsung alot dan berlarut-larut. Akibatnya, Natsir sempat putus asa. Pada suatu kesempatan ia mendatangi presiden dan mengutarakan keluh-kesahnya. Mantan Menteri Penerangan di Kabinet Amir Sjarifuddin itu bermaksud mengembalikan wewenang sebagai formatur kepada Sukarno. Permintaan Natsir ditolak Sukarno. Ia malah meminta Natsir untuk mencoba lagi. Kali ini Sukarno memberikan masukan kepada Natsir. Presiden menginstruksikan Natsir untuk membentuk kabinet non-koalisi yang tidak memiliki banyak ikatan dengan partai politik. Arahan Sukarno menginspirasi Natsir untuk lebih banyak menarik partisipasi orang-orang berpengalaman dari kalangan non-partai seperti Hamengkubuwana IX, Djuanda, Assaat, Abdul Halim, dan Bahder Djohan. Kendati demikian Natsir tetap mempertimbangkan keikutsertaan orang-orang partai yang memiliki kemampuan di bidangnya, tanpa memandang latar belakang partai. Keputusan Natsir untuk meninggalkan orang-orang PNI dinilai sangat berani. Berdasarkan penelitian Feith, PNI sudah berulang kali melakukan negosiasi bersama Natsir, tapi Natsir tetap bersikukuh menjalankan kabinetnya tanpa campur tangan PNI. Bersama kader dari Masyumi dan beberapa partai kecil lainnya seperti PSI, PSII, PIR, Parindra, Partai Katolik, dan Fraksi Demokrasi, kabinet zaken Natsir akhirnya terbentuk pada 6 September 1950. Kabinet Wilopo Kemampuan & Faktor Personal Selepas tahun 1951, Indonesia memiliki banyak sekali masalah keamanan dalam negeri. Pemberontakan dan separatisme di berbagai daerah tidak kunjung mereda. Bahkan hal ini tak berubah ketika memasuki 1952. Saat itu Kabinet Sukiman yang tengah dalam masa tugas tidak mampu menanganinya. Akibatnya, kabinet yang baru dibentuk pada April 1951 tersebut menjadi kurang populer. Merle Calvin Ricklefs juga mencatat dalam Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004 2007 tentang sebab musabab kejatuhan Kabinet Sukiman. Menurut Ricklefs, sejak Januari 1952 Kabinet Sukiman telah menganut garis pro-Barat yang aktif. Pada saat itu Menteri Luar Negeri dari Partai Masyumi kedapatan menandatangani persetujuan bantuan dari Amerika Serikat yang berpotensi melanggar prinsip politik luar negeri bebas-aktif. Pada Februari tahun yang sama Menteri Luar Negeri disusul seluruh anggota Kabinet Sukiman beramai-ramai meletakkan jabatan hlm. 484. Setelah peristiwa pengunduran diri Kabinet Sukiman, muncul harapan untuk membentuk kabinet yang mampu menciptakan pemerintahan efektif. Herbert Feith mencatat dalam The Wilopo Cabinet, 1952-1953 A Turning Point in Post-Revolutionary Indonesia 2009, lima hari setelah pengunduran diri Sukiman, Sukarno kembali bertemu para pimpinan partai politik, khususnya perwakilan yang partainya menduduki posisi di Kabinet Sukiman. Pada kesempatan yang sama para pimpinan partai mengemukakan pandangan mereka mengenai pembentukan kabinet yang ideal hlm. 85. Pada 19 Maret 1952, lanjut Feith, Sukarno menunjuk Wilopo dari PNI untuk menjadi formatur menggantikan dua formatur dari Masyumi dan PNI yang mengundurkan diri. Pengunduran diri keduanya didasari alasan ketidakmampuan memenuhi spesifikasi kabinet menurut presiden sekaligus permintaan kedua partai. Namun tampaknya kesulitan itu tidak terjadi pada Wilopo. Wilopo sendiri terpilih karena ia merupakan tokoh yang luwes dan dapat diterima kedua partai. Menurut Wilopo, seperti yang dicatat Feith, sebuah kabinet dapat menjadi sangat kokoh jika mempertimbangkan komposisi yang sesuai saat memilih para menteri. Artinya, ketimbang menggantungkan diri kepada partai dan parlemen, kabinet yang baik harus diisi orang-orang yang sama-sama memiliki kapasitas dan dapat bekerja sama dengan baik. Feith tidak lupa memberikan catatan diskusinya di tahun 1953 dengan Johannes Leimena, Menteri Kesehatan Kabinet Wilopo dari Parkindo. Menurut Leimena, faktor personal sangat penting dalam membangun kerja sama yang baik dalam sebuah kabinet. Leimena juga sempat mengutarakan bahwa Kabinet Wilopo merupakan kabinet dengan iklim kerja terbaik sepanjang kariernya di Kementerian Kesehatan sejak 1946. Infografik Kabinet Zaken dalam Sejarah Indonesia. Kabinet Djuanda Pemecah Masalah Herbert Feith dalam bab 3 buku The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia memakai pendekatan solidarity makers dan administrators atau problem solvers untuk mengategorikan para pemimpin Indonesia sepanjang masa pemerintahan Sukarno. Pendekatan yang diperkenalkan Feith ini kemudian dipakai kembali oleh Daniel S. Lev dalam The Transition to Guided Democracy Indonesian Politics, 1957-1959 untuk memahami sosok Djuanda dan kabinet zakennya 2009 196. Menurut Lev, di antara negarawan di zamannya, Djuanda Kartawidjaja merupakan salah satu sosok administrator yang ideal. Djuanda dikenal sebagai individu yang tenang dan tidak ikut ambil bagian dalam kepentingan partai politik manapun. Ia juga tidak tunduk kepada Sukarno atau kelompok militer, tetapi menghormati keduanya. Partai-partai politik mampu bekerja sama dengan Djuanda juga berkat sikapnya yang diplomatis. Berkat sikap dan kecerdasannya, Djuanda selalu dapat mempertahankan dukungan parlemen dalam menjalankan program kabinetnya. Perjalanan Djuanda hingga dapat menduduki posisi Perdana Menteri dan membawahi Kabinet Karya pun berkat sifanya yang lurus. Menurut catatan Ricklefs, di tahun 1957 sempat terjadi komplikasi partai politik yang sangat akut. Partai-partai politik berada dalam kondisi saling memusuhi sehingga terlalu berat bagi mereka untuk dapat bekerja sama guna mempertahankan sistem parlementer. PNI mengusulkan kepada presiden untuk membentuk Kabinet Presidensial yang dipimpin oleh Sukarno sendiri. Usul tersebut sama sekali tidak disetujui Sukarno. Sebagai gantinya, pada April 1957, Sukarno memecah kebuntuan di antara parpol-parpol yang saling memunggungi dengan mengeluarkan keputusan pembentukan Kabinet Karya. Djuanda dipilih sebagai perdana menteri untuk memimpin kabinet non-partai tersebut. Meski secara teoretis Kabinet Djuanda berbentuk non-partai, menurut Ricklefs pada hakikatnya kabinet tersebut berkoalisi dengan PNI dan NU. Kabinet Djuanda juga diketahui sempat mengambil keanggotaan dari Masyumi dan simpatisan PKI, meski tidak ada satupun anggota PSI dan PKI di dalamnya. - Politik Penulis Indira ArdanareswariEditor Ivan Aulia Ahsan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pada umumnya, sistem pemerintahan dibagi menjadi tiga kategori diantaranya adalah sistem pemerintahan presidensial presidential system, sistem pemerintahan parlementer parlementary system dan sistem pemerintahan campuran mixed system atau hybrid system seperti yang dikemukakan oleh Prof. Jimly Ashidique, Walaupun ada pula yang menyatakan adanya tipe sistem pemerintahan kolektif dan sistem pemerintahan monarki seperti yang dikemukakan oleh Prof. Denny Indrayana. Tentunya banyak perbedaan, kelebihan serta kelemahan dalam masing-masing tipe dan penggunaannya pun harus menyesuaikan dengan kondisi dalam suatu negara. Namun, dalam tulisan kali ini akan membahas lebih mendalam mengenai tipe yang kedua yakni sistem pemerintahan parlementer dari sisi pembentukan kabinet. Secara umum, prinsip dasar dalam sistem pemerintahan parlementer adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif yang saling bergantung satu sama lain. Sifat dan bobot āketergantunganā ini berbeda dari satu negara dengan negara yang lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif. Oleh karena itu, ada semacam hubungan kausalitas yang sangat erat antara eksekutif dan legislatif dalam sistem pada keseimbangan antara eksekutif dan legislatif seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, akan lebih ābalanceā jika kabinet itu merupakan bentukan dari satu partai besar yang menang dalam pemilu legislatif atau di suatu negara yang hanya berlaku sistem dwi partai. Namun, ada peluang besar bagi kabinet dan juga partai penguasa parlemen dalam hal monopoli kekuasaan. Pemikiran ini sejalan dengan yang dikemukakan Van der Pot seperti yang dikutip dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik yakni, beberapa negara, seperti Negeri Belanda dan negara-negara Skandinavia, pada umumnya berhasil mencapai suatu keseimbangan, sekalipun tidak dielakkan suatu ādualisme antara pemerintah dan dewan perwakilan rakyatā. Seperti yang kita ketahui, dalam sistem pemerintahan parlementer terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan baik dari segi fungsi, kewenangan maupun aktor yang mengisi jabatan tersebut. Umumnya kepala negara dijabat oleh Presiden negara republik dan Raja atau dengan sebutan lain negara monarki. Sedangkan kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri yang dipilih langsung berdasarkan partai pemenang pemilu legislatif atau koalisi partai dalam legislatif. Pemerintah atau kabinet terdiri dari para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Dalam menentukan kabinet, perdana menteri memiliki hak prerogatif dalam menyusun kabinet dengan memerhatikan usulan atau pertimbangan parlemen terutama partai yang memilih atau mendukung perdana menteri. Kabinet dalam sistem ini adalah para menteri yang rangkap jabatan hanya dalam sistem pemerintahan parlementer. Artinya, menteri-menteri dalam kabinet ini harus merupakan anggota parlemen dan hal ini berbeda dengan asas ātrias politikaā, yang mana dalam asas ini tidak mengenal rangkap jabatan dalam tiga cabang lembaga tinggi negara yang ada eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam sistem ini pula, eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif yang walaupun pada hakikatnya eksekutif dipilih oleh rakyat secara tidak langsung melalui wakil-wakil mereka di parlemenPembentukan kabinet dalam sistem pemerintahan parlementer tentu tidak sederhana, melainkan banyak langkah dan proses yang rumit serta ācostā yang mahal agar dapat membentuk kabinet yang akan menjalankan orde/era/rezim dalam suatu pemerintahan. Di mulai dari pemilu legislatif yang merupakan rangkaian dari proses tersebut, partai-partai yang akan bertarung dalam pemilu mulai sibuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan kesuksesan partai mereka. Di awali dengan penyampaian visi dan misi, memperkenalkan kader-kader partai calon legislatif hingga program partai yang akan diwujudkan apabila partai tersebut menang dalam pemilu. Partai pemenang adalah partai yang mendapatkan suara terbanyak dalam pemilu. Selanjutnya, partai pemenang bisa disebut sebagai partai pemerintah apabila mendapat dukungan suara rakyat sebanyak 50% + 1 atau lebih dan memiliki kewenangan membentuk kabinet parlementer secara penuh. Namun, apabila suara partai pemenang kurang dari syarat yang ditentukan yakni < 50% + 1, maka diperlukanākoalisiā.Masa jabatan kabinet tidak mutlak ditentukan dalam satu periode atau waktu tertentu melainkan atas dasar legitimasi dari parlemen yang memilih atau mendukung kabinet tersebut, seringkali disebut sebagai āmosi tidak percayaā. Sederhananya, jika mayoritas dukungan dalam parlemen tidak berkenan dengan hasil kerja kabinet atau kabinet melanggar konstitusi atau bahkan melakukan pelanggaran terhadap ākontrak politikā jika terjadi koalisi, maka kabinet dapat dibubarkan dan berimplikasi pula pada parlemen sebab parlemen juga tidak memiliki legitimasi lagi. Kabinet parlementer yang dibentuk berdasarkan kemenangan satu partai akan memiliki tingkat kebebasan yang lebih banyak dalam menentukan kebijakan sebab tidak terlalu banyak kompromi yang dilakukan dengan partai lain. Sebaliknya, jika kabinet dibentuk atas dasar koalisi, maka kebijakan, program ataupun kegiatan eksekutif akan dilaksanakan dengan hati-hati sebab tingkat pengawasan yang maksimal dari parlemen dan juga kontrak politik yang harus dipatuhi oleh partai-partai yang berkoalisi. Namun, dalam hal pembubaran parlemen, yang memiliki kekuasaan tersebut hanya Presiden atau Raja selaku kepala negara dalam perannya sebagai penegak bila terjadi pertentangan antara parlemen dan kabinet dengan memerhatikan usulan/pertimbangan perdana menteri. Hal semacam ini pernah terjadi di Negeri Belanda. Jika terjadi pembubaran kabinet, baik dibubarkan oleh parlemen atau implikasi dari pembubaran parlemen maka akan terjadi krisis dalamranah eksekutif. Akan tetapi, dalam sistem parlementer krisis semacam ini telah diperhitungkan sehingga dapat dibentuk kabinet ekstra-parlementer oleh formatur kabinet. Formatur kabinet ini ditentukan oleh Presiden yang biasanya formatur secara langsung akan menjadi perdana menteri dalam kabinet ekstra-parlementer ini. Dalam kabinet ekstra parlementer ini, formatur kabinet akan memiliki cukup peluang untuk menyusun kabinet berdasarkan profesionalitas atau keahlian yang dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahan sementara tanpa menghiraukan dukungan partai. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada menteri yang berasal dari partai politik, namun dianggap tidak dalam tugas mewakili hal kewenangan dan kebijakan, kabinet ekstra-parlementer biasanya memiliki keterbatasan. Artinya, hanya terbatas dalam menyelesaikan masalah-masalah yang beberapa macam kabinet ekstra-parlementer Kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu program yang Kabinet Kabinet Nasional, yaitu suatu kabinet yang menteri-menterinya diambil dari pelbagai golongan masyarakat. Kabinet semacam ini biasanya dibentuk dalam keadaan krisis, dimana komposisi kabinet diharap mencerminkan persatuan nasional. Tentu dalam setiap sistem pemerintahan yang digunakan oleh negara diseantero dunia memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaannya. Sama halnya dengan sistem pemerintahan yang saat ini menjadi fokus pembahasan tulisan ini. Kelemahan dalam kabinet pemerintahan parlementer ini, yakni kabinet mudah goyah dan kelangsungan kedudukan kabinet tidak bisa di tentukan oleh masa jabatannya karena sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh dapat mengendalikan parlemen. Sebab, menteri-menteri dalam kabinet adalah kader partai politik yang menguasai parlemen dan memiliki pengaruh besar dalam partai sehingga anggota kabinet dapat mengusai terjadi ketegangan atau tidak ada titik temu deadlock dalam suatu kebijakan antara menteri dengan parlemen, maka menteri tersebut dapat secara mudah untuk diganti walaupun yang diperjuangkan adalah untuk kesejahteraan rakyat. Sedangkan kelebihan dalam kabinet pemerintahan parlementer ini, yaitu setiap pembuatan kebijakan atau keputusan dapat secara cepat ditangani sebab tidak terlalu banyak kompromi politik yang dilakukan karena adanya kesamaan pandangan antara eksekutif dan legislatif partai pemenang pemilu legislatif. yang kuat dari parlemen, sehingga kabinet akan berhati-hati dalam membuat atau memutuskan suatu kebijakan walaupun cepat namun tetap memerhatikan kecermatan dan tanggung jawab antara pembuatan dan pelaksanaan kebijakan jelas. Artinya, ranah pembuatan oleh parlemen sebagai pembuat produk hukum dan kabinet sebagai pelaksana sistem pemerintahan tentu memiliki kelebihan dan kelemahan seperti yang telah diuraikan sebelumnya dalam konteks kabinet dalam sistem pemerintahan parlementer. Begitu juga dengan kriteria dalam sistem tersebut yang harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di negara yang akan menerapkan sistem pemerintahan, tidak terkecuali dengan sistem pemerintahan parlementer. Namun, tidak selamanya setiap negara harus menerapkan salah satu sistem yang secara teoretik telah digunakan oleh negara-negara maju di belahan dunia ini. Lebih tepat adalah ketika masing-masing negara menggunakan sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi negaranya dalam arti sistem yang telah dikenal di dunia, sehingga kelemahan dari setiap sistem itu bisa diminimalisasi dengan baik. Terutama untuk konteks Indonesia hari ini yang benar-benar harus diperbaiki mulai dari sistem hingga aktor yang berperan dalam sistem tersebut. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta dapat memperluas wawasan kita bersama. Lihat Politik Selengkapnya